
Jawa Timur segera memiliki pusat perdagangan produk agrobisnis kelas dunia. Sabtu besok (17/7), Pusat Perdagangan Agrobis (Puspa Agro) resmi beroperasi di Jemundo, Sidoarjo. Lebih dari sekadar infrastruktur, ada harapan besar agar Puspa Agro mengakhiri ketidakadilan produksi dan distribusi yang selama ini membuat petani tidak menjadi tuan di negeri sendiri.
---
SUDAH menjadi rahasia umum bahwa sistem pertanian di Indonesia tidak berpihak pada kaum petani. Harga produk yang tinggi mengakibatkan masyarakat pengonsumsi menjerit. Namun, petani tak kecipratan hasilnya.
Penyebab utama fenomena itu adalah mata rantai jalur perdagangan yang sangat panjang antara produsen alias petani hingga ke tangan end user. ''Tahukah bahwa harga kubis di lahan pertanian hanya Rp 500 per kilo, namun sampai di pasar bisa Rp 2.000? Bahkan, di pasar modern bisa Rp 4.500. Itu disebabkan banyaknya pedagang antara atau broker yang menjual produk dari petani ke rumah tangga,'' kata Dirut PT Jatim Grha Utama (JGU) Erlangga Satriagung berkali-kali saat menjelaskan permasalahan pertanian di Jatim kemarin.
Bahkan Menteri Pertanian (Mentan) Suswono menegaskan, saat ini petani merupakan korban dari sistem yang tidak adil. ''Terutama saat panen. Sebab, mereka hanya menjadi penghasil, tidak tahu cara menjadi pedagang. Apalagi, mata rantai perdagangan hasil bumi sangat panjang. Petani tidak bisa menikmati harga komoditas,'' ujarnya saat ditemui dalam kunjungan ke Jatim, Selasa (13/7).
Permasalahan itulah yang melatarbelakangi pendirian Puspa Agro. Pempov Jatim berambisi mendongkrak kesejahteraan petani dengan meningkatkan daya saing mereka. Megaproyek di atas lahan 50 hektare tersebut diposisikan menjadi pasar Induk yang menyuplai kebutuhan sayur-mayur, bumbu-bumbuan, buah-buahan, produk perikanan, serta peternakan bagi masyarakat di sekitarnya. Bahkan sampai menembus antarpulau dan antarnegara.
Namun, tak sekadar menjadi pasar, konsep utama Puspa Agro adalah memenggal rantai broker yang panjang. ''Sebab, Puspa Agro menekankan agar petani menjadi pedagang langsung. Berjualan hasil bumi di pasar induk,'' kata Suswono.
Petani yang berhadapan langsung dengan konsumen juga perlahan-lahan belajar memenuhi kualitas produk yang diinginkan konsumen. Mulai sistem sortir produk hingga pengemasan. ''Pertemuan langsung produsen dengan konsumen, baik rumah tangga hingga industri, bisa membuat harga menguntungkan bagi kedua pihak. Harga yang terbentuk bisa di atas harga beli petani selama ini. Di sisi lain, konsumen mendapatkan harga lebih murah,'' ujarnya.
Konsep semacam Puspa Agro diharapkan bisa diaplikasikan di daerah-daerah lain. Tentu saja, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Misalnya daerah pusat produk pertanian serta memiliki infrastruktur pendukung seperti bandara, pelabuhan, maupun jalan utama. ''Kementan juga berharap ini menjadi momentum untuk memperkuat kelembagaan pertanian,'' ungkapnya.
Gubernur Jawa Timur Soekarwo menegaskan, Puspa Agro dioperasikan untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah bagi petani Jatim yang masih sangat rendah. Gubernur yang akrab dipanggil Pak De Karwo itu menyebutkan, jumlah penduduk Jatim yang berprofesi sebagai petani sekitar 47 persen di antara total penduduk Jatim yang mencapai 37 juta.
Di antara jumlah tersebut, yang bisa menikmati hasil pekerjaan mereka hanya 16,39 persen. ''Padahal, produksi pertanian Jatim hampir 99 persen mengalami surplus. Hanya kedelai dan bawang putih yang masih minus,'' ungkapnya.
Menurut dia, hal itu terjadi karena sebagian besar hasil pertanian dijual dalam bentuk on farm, bukan off farm. ''Untuk meningkatkan nilai tambah tersebut, harus diciptakan industrialisasi pertanian. Puspa Agro adalah langkah awal untuk menuju ke sana,'' ujar Soekarwo.
Selain perannya yang strategis, Puspa Agro diklaim Erlangga sebagai pasar induk pertama di dunia yang memiliki hunian. Rencananya, didirikan lima menara rumah susun sewa (rusunawa) yang masing-masing berisi sekitar 500 unit. Saat ini, baru ada sekitar 392 unit yang siap diserahterimakan kepada JGU untuk dikelola.
Namun, mantan ketua Kadin Jatim itu tak menepis realitas masih minimnya petani yang menjadi pedagang. Menurut dia, karena tradisi, tidak banyak petani sebagai produsen masuk ke pasar. Saat ini, jumlah petani yang memiliki lapak di Puspa Agro baru mencapai 30 persen di antara 1.045 lapak di tahap I yang siap beroperasi pada 17 Juli mendatang. ''Tugas Puspa Agro adalah memperbanyak petani yang menjadi pedagang." (JAWAPOS)


