Perjalanan bangsa ini menyisakan catatan-catatan sejarah masa lalunya. Tidak serta-merta negeri ini berdiri gagah seperti adanya sekarang. Semua tahu bila negeri ini harus berkorban banyak hal, mulai nyawa hingga harta, untuk mendapatkan kedaulatannya.Surabaya, sudah mahfum orang kenal, sebagai Kota Pahlawan. Pertempuran hidup dan mati mempertahankan tiap jengkal tanah, pernah terjadi di kota ini. Begitu banyak jiwa para pejuang menjadi korban. Bahkan, pembumihangusan kota oleh para pejuang pun pernah dilakukan.
Menghormati dan menghargai jasa para pahlawan adalah upaya kita untuk menjadi bangsa yang besar. Mengenang rekaman masa perjuangan melalui Monumen-monumen salah satu caranya. Seonggok karya tanpa nyawa, jadikan sebagai bukti bahwa kita tetap perduli sejarah masa lalu bangsa.
Monumen Bambu Runcing
Berdiri tegak membelah arus lalulintas kota yang melintas di Jalan Panglima Sudirman. Monumen berbentuk Lima batang Bambu Runcing, merupakan simbolisasi patriotisme Arek-arek Suroboyo dimasa perjuangan membela Tanah Air. Kegigihan mereka dalam melawan penjajah didorong semangat perjuangan yang berkobar, walau dengan senjata alakadarnya yang salah satunya berupa sebilah bambu yang diruncingkan pada salah satu sisinya.
Monumen Jend. Sudirman
Patung Jenderal Sudirman terletak di Jalan.Yos Sudarso, menghadap ke Selatan, membelakangi Gedung Balai Kota Surabaya. Konon monumen ini dibangun sebagai penghormatan atas jasa dari tokoh perjuangan itu, yang inisiatifnya berasal dari Letnan Jenderal M.Yasin, ketika itu menjabat Panglima VII Brawijaya. Jenderal Sudirman dikenal pula sebagai tokoh besar Revolusi, semangat dan pengabdiannya bagi negeri ini, diharapkan mengalir dari generasi ke generasi.
Monumen Mayangkara
Mayor Djarot Soebyantoro, adalah komandan Batalyon 503 Mayangkara. Batalyon inilah yang mampu menyusup masuk ke jantung Kota Surabaya. Penyusupan berangsur yang dilakukan sejak April 1949, secara samar, kemudian pada 12 Juli 1949 konon dilakukan lebih mengarah pada sasaran. Misi penyusupan ini salah satunya untuk menegaskan batas-batas daerah kekuasan antara Belanda dan Republik Indonesia, setelah terjadi gencatan senjata usai perang. Sebagai penghormatan atas keberanian maka didirikan Monumen Mayangkara, di depan RSI Wonokromo.
Monumen Jalesveva Jayamahe
Monumen Jalesveva Jayamahe berdiri gagah di ujung Utara Kota Surabaya. Menggambarkan sosok Perwira TNI Angkatan Laut berpakaian PDU-1 lengkap dengan pedang kehormatannya. Sang prajurit menatap ke arah laut berdiri di atas bangunan gedung dengan ketinggian total lebih dari 60 meter. Monumen ini menggambarkan generasi penerus yang penuh yakin dan sungguh-sungguh siap menerjang ombak badai menuju cita-cita bangsa Indonesia.
Monumen Suryo
Monumen Gubernur Suryo, berdiri di Komplek Taman Apsari Jalan Gubernur Suryo, depan Gedung Negara Grahadi. Monumen ini sebagai simbolisasi perjuangan dari Gubernur Pertama Jawa Timur ini. Terlebih setelah meletus peperangan 10 Nopember 1945, selama tiga minggu pertempuran terjadi, hingga Surabaya menjadi bak kota mati. Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo (nama lengkap Gubernur Soerjo) termasuk kelompok yg paling akhir keluar dari Surabaya untuk kemudian membangun pemerintahan darurat di Mojokerto. Gubernur Suryo meninggal di Bago, Kedunggalar, Ngawi, Jawa Timur, pada 10 September 1948. Dalam suatu insiden penyergapan yang dilakukan anggota pemberontak PKI.
Monumen Tugu Pahlawan
Monumen Tugu Pahlawan salah satunya adalah sebagai penanda akan kenangan tragedi 10 Nopember 1945. Didirikan di bekas Markas Ken Pe Tai (Polisi Militer Jepang) yang kemudian hancur dalam pertempuran 10 Nopember 1945. Gagasan pendirian dan peletakan batu pertama pembangunannya dilakukan oleh Presiden RI pertama, Ir. Soekarno, didampingi oleh Walikota Surabaya Doel Arnowo, pada 10 Nopember 1951. Kemudian diresmikan oleh Soekarno setahun kemudian didampingi oleh Walikota R. Moestadjab Soemowidigdo. Bentuk bangunan berupa Paku terbalik dan berhias ukiran bergambar Trisula, Cakra, Stamba, dan Padma .Menfgandung nilai filosofis sekaligus simbol perjuangan Arek Suroboyo dalam menghadang tentara Sekutu.
Monumen Perjuangan
Monumen yang menggambarkan seorang pejuang patriotik menghadap ke arah Barat ini merupakan simbol kenangan dan penghormatan akan perjuangan Arek Suroboyo. Pada pertempuran 10 Nopember 1945, daerah tersebut juga menjadi basis pertahanan pejuang kita dari serangan sekutu penjajah. Gedung Siola, yang dahulu bernama WHITE LAIDLAW, menjadi salah satu saksi kegigihan Arek Suroboyo. Dari atas gedung ini para pejuang menahan serangan sekutu yang datang dari Utara.
Monumen Bahari
Kota Surabaya juga dikenal sebagai basis TNI Angkatan Laut Republik Indonesia. Komando Pendidikan Angkatan Laut dan Komando Armada Timur TNI AL berlokasi di Surabaya. Tidak heran bila beberapa monumen sebagai penghargaan atas jasa-jasa para perajurit yang gugur dalam membela kemerdekaan Negara Indonesia, juga berdiri megah di kota ini. Monumen Bahari salah satunya, terletak tepat di depan gedung yang dahulu Museum Mpu Tantular, di sudut antara Jalan Raya Diponegoro dan Raya Darmo, di wilayah Surabaya Selatan.
Monumen Wira Surya
Tercatat tanggal 28-30 Oktober 1945, di sekitar jembatan dan Kebun Binatang terjadi pertempuran antara pejuang surabaya yang berusaha menahan tentara Sekutu, yang kala itu di bawah pimpinan Brig. Jenderal Mallaby. Pertempuran sengit itu memakan banyak korban di pihak pejuang negeri ini. Monumen ini didirikan sebagai lambang untu menghormati jasa para pahlawan yang telah gugur tersebut. SUARASURABAYA


