BThemes

tes
News Update :

Persoalan Tanah Ruwet, Warga Gelar Demo

13 Jan 2012

Persoalan tanah di Surabaya ruwet. Banyak tanah bersertifikat ganda. Selain itu pelepasan tanah negara ke pihak pengembang yang dilakukan pemerintah kota tidak pernah transparan. Salah satunya pelepasan tanah di waduk di Sepat Lidah Kulon seluas 6.675 hektare antara warga dengan PT Ciputra Surya (CS).

Pelepasan waduk di sana tidak pernah diberitahukan kepada warga setempat. Sehingga, warga tetap berjuang mendapatkannya kembali dan nyaris ada korban jiwa. Padahal seharusnya tidak seperti itu. “Sudah sewajarnya Pemkot Surabaya bersikap bijak dalam soal pelepasan tanah negara. Salah satu contohnya dalam perebutan Waduk Wiyung tersebut,” kata Heru, Koordinator Pemuda Sakera, himpunan warga penolak pelepasan tanah waduk, Jumat (13/1).

Menurutnya, setiap pelepasan tanah negara seharusnya dilakukan secara transparan dan disahkan DPRD. Bahkan pelepasan Waduk Wiyung yang konon sebagai lahan tukar guling dengan lahan PT Ciputra Surya di sekitar Surabaya Sport Centre (SSC) juga harus transparan. Tapi hal itu tidak dilakukan Pemkot.

Kondisi ini membuat banyak lembaga kemasyarakatan Surabaya prihatin. Selain itu, sikap Pemkot dalam masalah tersebut saat menghadapi rakyat kecil tampak tidak bijak. Karena, Pemkot cenderung berpihak kepada pengembang selaku pemodal besar, sedangkan kepentingan warga diabaikan.

Terkait dengan ini, lanjutnya, masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Solidaritas Darurat Nasional (SDN) Jatim berserta 37 elemen di Surabaya seperti AOM, KAM ITS, GMNI, LMND , SMI, SEBUMI, Kontras Surabaya serta 600 orang warga korban terdampak penggusuran tanah berdemo di balai kota, Kamis (12/1).

Mereka sebelumnya melakukan aksi unjuk rasa di Grahadi. Setelah itu berpindah ke Gedung DPRD Surabaya. Di depan DPRD Surabaya, mereka tidak melakukan unjuk rasa, namun mereka beramai-ramai melempari gedung dewan ini dengan uang recehan.
Aksi ini melambangkan dewan hanya berpihak pada mereka yang memberi uang dan tidak berpihak pada rakyat kecil.

Demo berlanjut di depan Balai Kota Surabaya Jl Sedap Malam dan sempat ricuh. Pasalnya, mereka berhasil merobohkan pintu pagar setinggi 1,7 meter di sisi timur. Jebolnya pintu pagar itu ketika sedang berlangsung orasi yang dilakukan satu peserta aksi di atas mobil berisi sound sistem. Tiba-tiba beberapa orang merangsek maju dan merobohkan pintu pagar tersebut.

Tentu saja membuat aparat kepolisian, Bakesbang Linmas dan Satpol PP yang berada di sana kaget. Namun polisi berhasil mengembalikan pagar ke posisi semula. Beberapa polisi berusaha menenangkan warga dan sebagian polisi bersiaga di belakang pagar.

Agar suasana tidak semakin panas, akhirnya perwakilan SDN dipertemukan dengan Kepala Badan Pengelolaan Tanah dan bangunan Kota Surabaya di Balai Kota, Ir Djumadji. Dalam pertemuan tersebut membahas persoalan konflik tanah yang ada di Surabaya.

Fatkul Choir dari SDN mengatakan, saat ini masih terjadi konflik agraria, yang terjadi di beberapa daerah yang juga terjadi di Jawa Timur. Selain soal lumpur Porong, penggusuran rumah di Kalimas dan masih terjadi. “Sejalan dengan itu kami meminta agar pemerintah Republik Indonesia segera mencabut UU Agraria,” jelasnya.

Djumadji dalam pertemuan tersebut mengatakan, memang persoalan tanah di Surabaya sangat pelik. Pihaknya, sendiri merasa sulit menangani permasalahan tanah di Surabaya. Apalagi, Badan Pertanahan Nasional (BPN) bukan bagian dari Pemkot Surabaya. Karena BPN berdiri sendiri di bawah BPN Pusat.

Menurutnya, persoalan tanah ini bakal tuntas kalau ada kebijakan pemerintah pusat yang mengubah sistem adminsitrasinya. Salah satu caranya, BPN di masing-masing kabupaten/kota masuk dalam satuan kerja pemerintah daerah (SKPD) Kaboutan/kota. Dengan demikian pencatatan soal tanah warga, tanah negara dan jenis tanah-tanah lain jadi satu, sehingga pencatatannya benar-benar akurat. “Saya melihat, pencatatan tanah di BPN mana pun sama dan tidak sesuai dengan pencatatan di kelurahan atau pemerintah kota. Inilah yang membuat pencatatan tanah itu menjadi rancu,” jelas dia.

Ketua Komisi B DPRD Surabaya Moch Mahmud mengatakan, memang pencatatan tanah dan kepemilikannya di Surabaya maupun di mana saja masih belum bagus. Karena, sampai sekarang masih banyak tanah bersertifikat ganda.Karena, sertifikatnya ganda membuat kisruh di masyarakat.

Soal masalah waduk Wiyung pihaknya sudah berusaha mempertemukan Pemkot, PT CS dan warga, namun tampaknya belum membuahkan hasil. “Masalah waduk Wiyung itu ya juga salah satu contohnya,” jelas dia. pur,m2

surabayapost
Share this Article on :
 

© Copyright surabaya view 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.