
Kisah gol "Tangan Tuhan" tak lekang diceritakan. Bahkan telah melegenda. Maradona menjadi aktor utama terjadinya kisah unik itu. Pertarungan antara Inggris melawan Argentina pada Piala Dunia 1986 di Meksiko itu telah menyuguhkan drama tak berkesudahan. Baiklah! Kita coba memutar kembali ingatan ketika peristiwa unik itu terjadi. Ketika itu, babak pertama berlangsung sengit tapi tak membuahkan gol. Skor kacamata, 0-0. Tetapi, enam menit setelah jeda, drama itu terjadi. Lewat tarian khasnya, Maradona bertukar umpan dengan Jorge Valdano. Sayangnya, umpan Valdano tidak sempurna karena membentur kaki Steve Hodge. Bola melambung ke tengah kotak pinalti dan Peter Shilton–kiper Inggris ketika itu–segera menyongsongnya. Dengan tinggi badan yang kalah jauh dari Shilton, Maradona tak kehilangan akal. Tangan kirinya menjulur ke udara mendahului tangan Shilton. Alhasil, kena! Bola sempurna bersarang di gawang Inggris. Uniknya, Ai Ben Nasser, wasit asal Tunisia yang memimpin pertandingan itu tak melihat aksi tangan Maradona. Ia pun mengesahkan gol, dan Maradona pun mengajak rekan-rekan setimnya untuk merayakan gol spektakuler itu.
Apakah drama itu bersudah di sana? Tidak! Tiga menit sesudahnya, Maradona menampilkan sisi uniknya sebagai pebola andal. Dari wilayah permainan sendiri ia menggiring bola melewati Glenn Hoddle dan Peter Reid. Kenny Sansom dan Terry Butcher juga tak mampu mengadang laju Maradona. Bahkan, Terry Fenwick terkecoh begitu mudah sehingga Maradona leluasa menggiring bola ke dalam kotak penalti. Benteng terakhir Inggris, Shilton, berusaha menutup ruang gerak Maradona. Ajaibnya, hanya dengan sepakan klasik yang sederhana, Maradona sukses menceploskan bola ke gawang yang sudah melompong. Begitulah. Setelah mencetak gol lewat "sentuhan" tangannya, Maradona melahirkan gol yang kelak digelari gol terbaik sepanjang masa. Tahun itu pun jadi milik Maradona. Ia aktor uatama–jika tidak disebut tunggal–yang mempersembahkan gelar Juara Dunia bagi Argentina.
Sungguh, kisah "Tangan Tuhan" itu hanyalah penggalan kecil dari keunikan Piala Dunia. Buku 100+ Fakta Unik Piala Dunia hasil kolaborasi cantik dua maniak bola, Asep Ginanjar dan Agung Harsya, menghadirkan rupa-rupa keunikan Piala Dunia yang mungkin terlupakan.
Tandukan dan Joget Perut yang Menghebohkan
Masih ingat tandukan Zinedine Zidane (Prancis) ke dada Marco Materazzi (Italia) pada Piala Dunia 2006? Ini juga cerita menarik yang ditorehkan selama Piala Dunia yang berlangsung di Jerman itu. Setelah sukses menyelesaikan tugasnya sebagai algojo penalti, Zidane menghadirkan cerita yang tak kalah menariknya. Kepalanya bersarang di dada Materazzi–yang seperti pemain Italia lainnya, ia juga jago akting. Wasit Horacio Elizondo asal Argentina pun menghadiahi Zidane dengan kartu yang paling dibenci pemain bola: Kartu Merah.
Apa yang terjadi setelahnya? Tak seperti pemain lain ketika dihukum kartu Merah, Zidane langsung ngeloyor ke luar lapangan dan dengan gontai melewati trofi Piala Dunia yang dipajang di pinggir lapangan. Sirna sudah mimpi Prancis untuk menjuarai Piala Dunia untuk kedua kalinya. Tahukah Anda asal-muasal pemicu tandukan sesangar banteng itu terjadi? Hingga saat ini, tak ada jawaban pasti. Seusai turnamen, Zidane menuding Materazzi menghina ibu dan saudara perempuannya. Sedangkan Materazzi bersikukuh membela diri. Begitulah. Drama terjadi lagi.
Oh ya, ada juga kisah menarik tentang goyang perut di sisi lapangan. Jangan mengira Inul Daratista pelakunya. Bukan! Ini juga bukan aksi David Beckam yang banyak digandrungi kaum Hawa. Pelaku goyang perut itu seorang lelaki berusia 38 tahun, Roger Milla. Pada mulanya, Milla sudah menyatakan pensiun dari timnas Kamerun. Tetapi, telepon Presiden Kamerun, Paul Biye, yang meminta kesediaannya untuk kembali membela Kamerun, telah meluluhkan hatinya. Lalu, muncullah goyang perut itu sebagai bentuk selebrasi setelah mencetak gol. Pada saat Kamerun mengalahkan juara bertahan Argentina di laga pembuka, Milla merayakan golnya dengan khas. Begitu pun ketika ia memboyong dua gol ke gawang Rumania di pertandingan kedua, dan dua gol ke gawang Kolombia di babak 16 besar.
Sejak itu, selebrasi gol mulai cair. Tak lagi kaku, tak lagi membosankan.
Tim Kurcaci Paling Berwarna
Pernahkah Anda membayangkan Indonesia jadi juara dunia? Mungkin–seperti kebanyakan penduduk Indonesia–itu adalah hal musykil yang betapa sulit terjadi. Betapa tidak, jangankan juara dunia, lolos ke putaran final Piala Dunia saja susahnya minta ampun. Tetapi, jangan salah terka. Pada Piala Dunia 1938, Hindia Belanda–yang pemainnya berasal dari Nusantara–ikut bertanding dan disemati gelar "Tim Kurcaci". Ya, sejarah mencatat, Hindia Belanda adalah tim Asia pertama yang meramaikan Piala Dunia. Namun karena kalah teknik dan fisik, pertandingan pertama melawan Hungaria berlangsung timpang. Skor 6-0 untuk kemenangan Hongaria.
Saat itu, tim Hindia Belanda memakai segala berbau Belanda. Kaus tim berwarna oranye, dan lagu kebangsaan yang dinyanyikan adalah Het Wilhelmus, lagu kebangsaan Belanda. Perbedaan fisik menjadi ihwal paling menyolok saat itu. Walikota Reims menyatakan, "Saya seperti melihat 22 atlet Hongaria dikerubungi 11 kurcaci." Selain kalah fisik, kulit paling berwarna juga jadi milik Hindia Belanda. Tim itu terdiri dari dua pemain asal Sumatra, dua orang Ambon, seorang Jawa, empat orang etnis Tionghoa, dan sisanya berdarah Belanda.
Jadi, kapan lagi kita bisa berlaga di Piala Dunia dengan kostum dan lagu kebangsaan sendiri: Indonesia?
Segala yang Unik di Piala Dunia
Tahukah Anda pemain yang bermain di dua Piala Dunia dan bermain untuk dua negara berbeda? Buku setebal 236 halaman ini menyuguhkan jawabannya.
Adalah Luis Monti pelakonnya. Piala Dunia 1930 sejatinya adalah pertarungan dua jawara dunia, Uruguay dan Argentina. Luis Monti, sang kapten Argentina, dihantui ancaman pembunuhan. Tetapi ia tetap bermain dengan elegan. Yang lebih unik, final itu menggunakan dua bola. Babak pertama menggunakan bola buatan Argentina, dan babak kedua bola produksi Uruguay. Babak pertama Argentina unggul 2-1–dengan menggunakan bola sendiri, babak kedua Uruguay menang 3-0–juga dengan bola sendiri. Karena itu, final 1930 juga dikenal dengan the game of two balls. Nah, kembali ke Luis Monti. Setelah membela Argentina pada Piala Dunia 1930, Monti membela Italia pada Piala Dunia 1934. Uniknya, jika di Uruguay keluarganya diancam akan dibunuh kalau Argentina menang, maka pada Piala Dunia 1934 Monti mendapat ancaman dari Benito Mussolini apabila mengalami kekalahan.
Kisah unik lainnya adalah selebrasi porno ala Giuseppe Meazza. Riwayat mencatat, ketika partai semifinal Piala Dunia 1938, Meazza bermain sangat memikat. Alhasil, kakinya menjadi incaran bek lawan. Ketika Italia mendapat hadiah penalti, Meazza pun bersiap mengemban amanat. Anehnya, tiba-tiba saja celananya melorot dan terpampanglah "sesuatu" yang membuat sebagian penonton tertawa geli. Namun, Meazza tak peduli. Tangan kiri memegang celana, tangan kanan meletakkan bola di titik penalti. Lalu, sembari tangan kiri tetap memegang celana, ia menyepak bola. Kiper Brasil, Walter de Souza Goulart, tak mampu menahan geli. Alhasil, bola meluncur deras ke gawangnya. Tentu saja Meazza kegirangan dan mengacungkan kedua tangannya ke udara untuk merayakan kegembiraan. Kontan saja celananya melorot, dan pemain lain mengerubunginya guna menutupi auratnya. Inilah selebrasi paling unik: Pemain setim mengerumuni pencipta gol, bukan untuk tindih-tindihan atau menari bersama, tapi untuk menunggu sampai celana baru tiba.
Masih banyak kejadian lain yang layak Anda ketahui dari buku ini. Semuanya disajikan dengan bahasa lugas yang mudah dicerna.(Resensi oleh Khrisna Pabichara)
Detail Buku
Judul: 100+ FAKTA UNIK PIALA DUNIA
Penulis: Asep Ginanjar & Agung Harsya
Penerbit: Serambi
Cetakan: I, 2010
Tebal: 236 hlm