Dalam satu-dua minggu ini jangan harap bisa mendapatkan kamar hotel bintang 3, 4, atau 5 dengan mudah di Kota Surabaya. Hampir semua hotel berbintang di Surabaya penuh hingga sekitar 10 hari ke depan.
Kondisi tersebut didorong banyaknya agenda seminar, insentif, konvensi, dan pameran (meeting, incentive, convention and exhibition/MICE) di Surabaya. Menghabiskan kegiatan korporat sebelum puasa menjadi alasan penuhnya kamar hotel di Surabaya.
”Ini sudah menjadi siklus tahunan. Beberapa minggu sebelum puasa pasti penuh. Dan ini tidak hanya terjadi di Surabaya, tapi juga di hotel-hotel di Malang dan Batu yang memiliki ruang meeting atau convention hall cukup luas,” kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Atmantoro ketika dihubungi di Surabaya, Jumat (30/7).
Seperti tahun-tahun sebelumnya, menjelang puasa merupakan kesempatan bagi instansi pemerintah maupun korporat swasta melakukan evaluasi semester pertama tahun ini maupun kegiatan lain. Saat ini tingkat hunian hotel di Surabaya, Malang dan Batu berkisar di atas 90%. Padahal sebelumnya sekitar bulan Juni, okupansi hanya sekitar 70%an.
Dikatakan Atmantoro, sesuai siklusnya Januari hingga Maret merupakan low season bagi hotel karena okupansi rata-rata hanya sekitar 30-40%. Umumnya, tamu baik Free Individual Traveller (FIT) atau tamu individu dan grup belum merumuskan anggaran perjalanan dan kegiatan. Setelah Maret, grafik baru beranjak naik. Terutama saat liburan sekolah dan-khusus tahun ini- langsung disambung dengan persiapan sebelum puasa.
Jika di saat ini dikatakan sebagai musim panen, maka saat bulan Ramadan, grafik akan kembali melemah hingga hanya sekitar 30%an. ”Bisa dibilang sekarang ini kesempatan bagi kami untuk cari tutup buat bulan depan,” tambahnya.
Tidak hanya low season akibat puasa, pengusaha hotel juga sudah harus bersiasat mengatur budget akibat kenaikan TDL. Bahkan Atmantoro juga mengeluhkan harga bahan-bahan kebutuhan pokok yang mulai merangkak menjelang puasa.
Mulai bulan ini, tarif hotel juga sudah mulai dinaikkan sekitar 5-10% untuk menyesuaikan dengan harga TDL yang akan ditagihkan bulan Agustus mendatang. ”Kalau tidak kami naikkan sekarang, ya gak nutut bulan depan. Pemasukan berkurang tapi biaya untuk maintenance, listrik dan lain-lain kan tetap sama,” keluhnya.
Penuhnya kamar hotel berbintang di Surabaya dibenarkan Marketing Communication Executive Somerset Surabaya Hotel & Serviced Residence, Levina Inggita. Sejak 2 hari lalu, tingkat hunian di hotelnya hampir mencapai 100%. ”Kalau melihat datanya, mulai tanggal 28 Juli sampai 8 Agustus memang penuh,” ujarnya. Rata-rata, okupansi di SSHSR berkisar 70-75%.
Dikatakan Levina, kondisi ini memang hampir terjadi dari tahun ke tahun menjelang puasa. Di hotel tempatnya bekerja yang terletak di Surabaya barat ini setidaknya ada dua grup besar yang menginap. Satu diantaranya adalah peserta pertemuan distributor pabrik pupuk di Gresik dan pertemuan perusahaan minyak negara di Surabaya.
Kondisi ini dialami juga hotel-hotel berbintang lain di Surabaya. ”Seluruh hunian kamar di hotel-hotel Surabaya telah penuh sejak minggu lalu. Hal ini dipicu karena agenda MICE di Surabaya,” ujar General Manager Surabaya Plaza Hotel (SPH) Yusak Anshori, pagi tadi.
Dikatakan Yusak, meski tingkat hunian di SPH sejak 2 hari lalu SPH telah penuh, tingginya permintaan telah terasa sejak sepekan lalu. ’’Boleh dibilang ini siklus tahunan setiap jelang ramadhan. Pasalnya, banyak korporat dan dinas yang menyelesaikan kegiatannya sebelum puasa,” jelasnya. Kalangan korporat yang menginap di SPH sebesar 80% sisanya tamu asing dan dari kalangan pemerintah.
60 kamar telah diisi tamu asing dari berbagai negara. “Untuk tamu asing kami menyiapkan 60 kamar. Dan itu telah terisi semua. Kunjungan mereka ke Surabaya selain untuk pertemuan bisnis juga ada yang berlibur,” papar Yusak yang juga Ketua Dewan Pariwisata Indonesia (Depari) Jawa Timur ini.
Yusak menyebutkan, kondisi ini akan bertahan hingga sepekan jelang ramadhan. Bahkan hingga 9 Agustus mendatang, diprediksi tingkat hunian masih penuh. Kondisi penuruan okupansi saat ramadhan biasanya hanya terjadi pada minggu pertama. Setelah itu akan normal pada minggu kedua. “Minggu kedua dan ketiga biasanya kalangan korporat mengadakan acara buka puasa bersama. Pada minggu keempat akan terjadi penurunan tingkat hunian,” tandas Yusak.
Hal senada disampaikan Public Relations Manager Java Paragon Hotel and Residences (JPHR), Santi Manurung, tingginya okupansi disebabkan adanya MICE yang digelar kalangan korporat dan pemerintahan.
’’Hingga tanggal 9 Agustus mendatang, okupansi di JPHR telah penuh terisi. Kebanyakan memang dari korporat dan pemerintahan yang mengadakan seminar atau pelatihan dan pertemuan bisnis,” jelas Santi.
Santi mengungkapkan, tamu yang menginap di JPHR masih didominasi tamu lokal dengan 70%. Sementara sisanya tamu asing yang memang berlibur maupun melakukan kegiatan bisnis.
Namun ternyata kondisi tersebut tidak dialami semua hotel berbintang di Surabaya. Assistant Communication Manager Shangri-La Hotel Surabaya, Andinia justru menyatakan saat ini okupansi hotelnya masih stabil seperti bulan sebelumnya. ”Tidak ada lonjakan. Masih sekitar 50 persenan,” kata perempuan berambut ikal ini.
Dikatakannya, lonjakan baru akan terjadi menjelang Lebaran. Selain tamu dari luar kota, hotel biasanya juga dipadati warga Surabaya yang mendapatkan jatah libur Lebaran tapi tidak merayakan Idul Fitri dan kesempatan tersebut mereka manfaatkan untuk mendapatkan suasana berbeda tinggal di hotel. (SURABAYAPOST)