Gerakan Indonesia Membaca Satu Juta Buku untuk Sekolah
3 Feb 2012
SURABAYA VIEW - Ikatan Guru Indonesia (IGI) mengusung Gerakan Indonesia Membaca (GIM). Gerakan ini bertujuan menciptakan budaya membaca di sekolah. "IGI menyalurkan satu juta buku untuk sekolah-sekolah terpencil di Jawa Timur dan Sumba Timur," tegas Ketua Umum IGI Satria Dharma di Jakarta, 3 Februari 2012.
Buku sudah tersedia sebanyak satu juta unit dan siap dipilah menjadi satuan paket disesuaikan kebutuhan sekolah sasaran. Buku-buku paket tersebut selanjutnya siap dikirim. Semua buku saat ini berasal dari hasil kerjasama IGI dengan Konsorsium Sinergi Pustaka Indonesia. Buku terdiri atas buku pelajaran dan bacaan. "Siswa harus dibiasakan membaca. Membaca adalah jendela ilmu pengetahuan," katanya.
Setiap siswa dan setiap pembelajar wajib membaca. Tidak harus melulu buku pelajaran di sekolah. Juga buku-buku bacaan lainnya. Buku cerita, buku sejarah, novel, puisi, sains, tokoh, dongeng, olahraga, musik, detektif, apa saja. "Setiap siswa harus ditargetkan bisa membaca sekian buku dalam setahun. Ini bisa menjadi prestasi menggembirakan bagi budaya membaca di negara ini," tutur Satria.
"Dari membaca, siswa memiliki pengetahuan dan inspirasi. IGI menumbuhkan pengetahuan dan inspirasi bagi generasi bangsa ini," terangnya.
IGI membuka kesempatan bagi setiap masyarakat dan perusahaan ikut bergabung dalam gerakan ini. "Kerjasama antarsemua elemen masyarakat juga tujuan penting kami. Persoalan pendidikan adalah masalah kita semua. Bukan cuma pemerintah. Jika hanya diserahkan pemerintah, masalah di bidang pendidikan tidak akan pernah selesai," tandasnya.
Pembina IGI Ahmad Rizali menegaskan budaya membaca di sekolah ini bisa berhasil jika dilakukan bersama-sama antara masyarakat dan pemerintah.
"Masyarakat berinisiatif dan bekerjasama saling membantu menyediakan buku-buku, mengelola perpustakaan, dan pendampingan. Pemerintah bisa mengeluarkan regulasi," tutur Ahmad Rizali.
Bila sebelum jam belajar dimulai, selama 15 menit siswa diwajibkan membaca buku, maka dalam setahun siswa bisa membaca cukup banyak buku. Jika kegiatan membaca ini rutin dilakukan, budaya membaca akan tumbuh. Jika sudah tumbuh, maka di mana pun siswa berada, mereka akan terbiasa membaca. "Dalam 10-20 tahun ke depan, kita akan melihat kreativitas siswa yang tumbuh dari budaya membaca," tambah Ahmad Rizali.
Bangsa pembaca akan menciptakan peradaban yang lebih unggul. "Kita sudah lama menjadi bangsa penutur, pendengar, dan melompat sebagai bangsa penonton. Anak-anak kita saat ini menghabiskan waktunya untuk menonton televisi. Kita harus mengubahnya agar mereka membaca. Kita semua bisa mengubahnya," imbuh Ahmad Rizali optimis. (*/hb)